Tuesday, October 23, 2012

Dinasti Tang (618 – 906)


v    Garis Besar Dinasti Tang
Setelah Dinasti Tang berdiri keadaan tidaklah langsung aman.
Selama kurang lebih enam tahun kekacauan yang diakibatkan oleh pertikaian antar berbagai fraksipun berkecamuk. Li Yuan dengan dibantu puteranya Li Shimin berjuang keras untuk memulihkan perdamaian. Usaha ini akhirnya berhasil dan meletakkan dasar bagi kestabilan politik di sepanjang sejarah Dinasti Tang.
Li Yuan adalah seorang yang berbelas kasih, ia menjamin kelangsungan hidup para keluarga raja Dinasti Sui. Pada tahun 626 ia turun tahta dan digantikan oleh puteranya, Li Shimin, yang bergelar Kaisar Tang Taizong (626 – 649). Di bawah pemerintahan Taizong, Tiongkok menjadi negara adikuasa. Dengan kecerdasannya dalam bidang politik yang mengkombinasikan kekuatan militer dan diplomasi, serta memecah belah suku-suku di sekitarnya, ia menjadikan Tiongkok sebagai negara terkuat di Asia Utara. Ia menghancurkan sepenuhnya kekuatan suku – suku Turki Timur dan berhasil menguasai Daerah Ordos serta Mongolia Dalam.
Pada masa kekuasaan Taizong hubungan antara timur dan barat makin terbuka dan Chang-an, ibu kota Dinasti Tang menjadi kota terbesar dan termegah pada jamannya. Salah satu prestasi terkenal pada masa kini adalah perjalanan Bhikshu Xuanzang (kembali ke Chang-an pada tahun 645) untuk mengambil kitab suci Tripitaka di India, dimana perjalanan ini mengandung semangat penjelajahan yang baru menghinggapi bangsa barat sekitar 600 tahun kemudian. Rute perjalanannya mirip dengan rute Marcopolo, sehingga Xuanzang terkadang disebut sebagai Marcopolonya Tiongkok.
Pengganti Taizong adalah kaisar-kaisar lemah. Berturut-turut Tiongkok diperintah oleh Gaozong (649 – 683), Zhongzong (684; 705 – 710), dan Ruizong (684 – 690; 710 – 712). Kaisar Gaozong adalah seorang yang lemah secara fisik, sehingga akhirnya sedikit demi sedikit kekuasaan jatuh pada selir kesayanganya yang ambisius, bernama Wu Zetian (690 – 705). Ketika Gaozong terkena stroke pada tahun 660 dan mengalami kebutaan serta kelumpuhan, Wu mulai bertindak atas nama suaminya di dalam memegang kekuasaan kenegaraan.
Setelah kematian suaminya, Wu mengangkat berturut-turut dua orang kaisar, yakni Zhongzong dan Ruizong sebagai kaisar boneka, sebelum akhirnya pada tahun 690, ia mengangkat dirinya sendiri sebagai kaisar dan menyebut Dinastinya dengan nama Zhou. Namun sayang sekali Wu lupa diri dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan moralitas di istananya. Penyuapan dan korupsi marak di mana-mana, sehingga sang kaisar wanitapun kehilangan simpati rakyat. Pada tahun 705 setelah gagal menyelamatkan kekasih-kekasihnya dari pembunuhan oleh pengawal istana yang marah, Ratu Wu turun tahta. Kaisar Zhongzong dan Ruizong naik tahta kembali, sehingga dengan demikian Dinasti Tang bangkit kembali.
Kebudayaan dan kesenian dinasti Tang makin berkibar pada masa kaisar berikutnya yang bergelar Xuanzong (712 – 756), dimana ia juga merupakan seorang seniman. Salah satu prestasi besarnya adalah pembuatan patung lembu yang terbuat dari besi tuang, dimana patung tersebut ditemukan kembali pada tahun 1989 sejumlah empat buah.
Hasil karya tersebut menunjukkan betapa majunya Tiongkok di dalam seni pengolahan dan pengecoran logam. Ilmuwan terkenal pada masa Xuanzong adalah Yixing (683 – 727), yang sekaligus merupakan seorang Bhikshu Buddha. Ia adalah orang pertama yang menghitung panjangnya garis bujur bumi dan penemu sebuah alat yang khusus dipergunakan untuk mengukur panjang lingkaran garis bujur. Yixing juga merupakan penterjemah beberapa kitab-kitab suci Buddhis dari Bahasa Sansekerta ke Bahasa Mandarin (antara lain Kitab Mahavairocana Sutra) sehingga memperkaya kesusasteraan Tiongkok.
Kaisar-kaisar Dinasti Tang setelah Xuanzong merupakan kaisar-kaisar yang lemah dan masa akhir Dinasti Tang ditandai dengan kekacauan dan pemberontakan. Salah satu pemberontakan terbesar yang menggoyahkan Dinasti Tang adalah pemberontakan An Lushan yang berlangsung hingga tahun 763 selama pemerintahan dua kaisar, yakni Suzong (756 – 762) dan Daizong (762 – 779). Pemberontakan ini menyita kekayaan dan kekuatan Dinasti Tang. Kelemahan Dinasti Tang ini tidak disia-siakan oleh Bangsa Tibet yang berulang kali menyerang Tiongkok hingga tahun 777. Hingga menjelang akhir hayatnya, para kaisar terakhir Dinasti Tang gagal untuk mempertahankan kekuasaannya atas para gubernur setempat. Bahkan jarang dari para kaisar tersebut yang memerintah lebih dari 15 tahun. Salah seorang dari para gubernur yang makin kuat tersebut, Zhu Wen, membunuh Kaisar Zhaozong (888 ¡V 904), serta mengangkat putera kesembilannya, Aidi (904 – 907) sebagai kaisar boneka. Namun pada akhirnya ia sendiri mengangkat dirinya sebagai kaisar serta memproklamasikan berdirinya Dinasti Liang Akhir, sehingga berakhirlah Dinasti Tang.
Selama periode berikutnya, Tiongkok kembali mengalami perpecahan dan kekacauan. Lima dinasti secara berturut-turut berkuasa di utara (Liang Akhir, Tang Akhir, Jin Akhir, Han Akhir, dan Zhou Akhir), sementara itu di selatan terdapat sepuluh kerajaan. Oleh karenanya periode sejarah ini dinamakan Wu Dai Shi Guo (Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan).
v    Sajak Dinasti Tang yang Cemerlang
Dinasti Tang adalah satu zaman yang penting dalam sejarah Tiongkok, di mana ekonominya makmur, masyarakatnya tenteram dan kebudayaannya mencapai hasil yang cemerlang. Khususnya pada masa Dinasti Tang, penciptaan sajak klasik mencapai masa emasnya dalam sejarah, dan menjadi salah satu isi utama kegiatan sosial dan kebudayaan pada masa Dinasti Tang. Oleh karena itu, isi ujian negara pada masa itu juga berubah dari makalah menjadi sajak atau syair. Dalam Analekta Sajak Tang, salah satu kitab sastra klasik yang beredar sejak zaman kuno, tercantum hampir 50.000 sajak hasil karya 2.300 lebih penyair.
Perkembangan sajak masa Dinasti Tang secara kasar terbagi dalam empat tahap, yaitu Tang Awal, Tang Makmur, Tang Tengah dan Tang Akhir.
Pada masa Dinasti Tang Awal (tahun 618-712 Masehi), empat penyair yang paling terkenal pada masa awal Dinasti Tang, yaitu Wang Bo, Yang Jiong, Lu Zhaolin dan Luo Binwang, yang dijuluki sebagai “Empat Bujangga” masa itu berangsur-angsur membentuk irama puisi yang tetap sehingga penciptaan sajak pada masa Dinasti Tang berwajah baru. Berkat upayanya, tema dan isi sajak pada waktu itu berangsur-angsur berubah dari kehidupan mewah istana menjadi kehidupan rakyat, dengan gayanya pun berubah dari mengutamakan kehalusan dan kelemahan menjadi mengutamakan kesederahanaan, dan rasa gembira yang memberi kesan serba baru. Chen Zi’ang adalah penyair yang paling terkemuka pada masa awal Dinasti Tang. Ia menganjurkan pemulihan tradisi unggul sajak dalam mencerminkan kehidupan nyata. Sajak karya Chen Zi’ang bergaya gagah berani, dan sederhana bahasanya, dan merintis jalan bagi perkembangan puisi pada masa Dinasti Tang.
Masa antara tahun 712 dan 762 adalah masa makmur Dinasti Tang, di mana penciptaan sajak pun memasuki masa emasnya. Karya sajak yang diciptakan pada waktu itu juga dianggap bernilai paling tinggi. Pada masa itu, sajak bertema luas dengan aneka ragam gayanya. Ada penyair yang menyenandungkan alam dan mendambakan kehidupan di daerah terpencil nan jauh, ada juga yang menyenandungkan pahlawan, tapi ada juga yang mabuk dalam kekecewaan terhadap kehidupan. Pendek kata, penyair-penyair pada waktu itu dapat menciptakan karyanya secara bebas dalam suasana yang romantis, dan bersama-sama membina “gejala makmur Dinasti Tang”, yang memberikan kesan mendalam terhadap masa kemudian.
Sedangkan penyair yang terkenal pada masa tengah Dinasti Tang (tahun 762 sampai 827) adalah Bai Juyi, Yuan Zhen dan Li He. Sajak Bai Juyi terkenal dengan isi yang menyindir gejala buruk, seperti perang, kekuasaan dan sebagainya. Selain itu, Bai Juyi pandai memakai bahasa yang sederhana untuk mengekspresikan isi yang mengandung makna mendalam. Bahasa sajaknya lancar dan mudah dimengerti, dan sangat mengharukan pembaca, sehingga ia menjadi salah seorang penyair yang paling populer di kalangan rakyat.
Penyair Li He sangat pendek umurnya karena sudah meninggal dunia pada umur 20 tahun lebih. Ia hidup sengsara dan karirnya sebagai pejabat pun tidak mulus. Namun isi sajaknya sangat kaya akan imajinasi, bahasanya indah dan susunannya halus, dan isinya penuh diwarnai romantisme dan estetisisme, serta emosi yang sedih.
Masa antara tahun 827 dan 859 merupakan masa akhir Dinasti Tang, dan dengan Li Shangyin dan Du Mu, dua penyair sebagai wakil sastrawan pada waktu itu. Sajak Du Mu menggabungkan gaya kesederhanaan dan ketegasan, karena ini sangat cocok untuk mengekspresikan ambisi dan inspirasi politik yang tersembunyi dalam lubuk hatinya. Sedangkan Li Shangyin dengan karya syairnya mengekspresikan liku-liku yang dialaminya dalam karirnya sebagai pejabat pemerintah. Sajaknya menunjukkan nuansa sedih yang tebal. Mengenai sajaknya yang berjudul: Tak Berjudul masih terdapat perdebatan, yaitu apakah sajak itu termasuk karya asmara atau sajak yang mengandung isi politik tersembunyi, sampai sekarang masih belum dipastikan.
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/16128,http://indonesian.cri.cn/chinaabc/chapter15/chapter150104.htm

No comments:

Post a Comment