v
Garis
Besar Dinasti Tang
Setelah Dinasti Tang berdiri keadaan tidaklah langsung aman.
Selama kurang lebih enam tahun kekacauan yang diakibatkan oleh pertikaian antar berbagai fraksipun berkecamuk. Li Yuan dengan dibantu puteranya Li Shimin berjuang keras untuk memulihkan perdamaian. Usaha ini akhirnya berhasil dan meletakkan dasar bagi kestabilan politik di sepanjang sejarah Dinasti Tang.
Selama kurang lebih enam tahun kekacauan yang diakibatkan oleh pertikaian antar berbagai fraksipun berkecamuk. Li Yuan dengan dibantu puteranya Li Shimin berjuang keras untuk memulihkan perdamaian. Usaha ini akhirnya berhasil dan meletakkan dasar bagi kestabilan politik di sepanjang sejarah Dinasti Tang.
Li Yuan adalah seorang yang berbelas kasih, ia menjamin kelangsungan
hidup para keluarga raja Dinasti Sui. Pada tahun 626 ia turun tahta dan
digantikan oleh puteranya, Li Shimin, yang bergelar Kaisar Tang Taizong (626 –
649). Di bawah pemerintahan Taizong, Tiongkok menjadi negara adikuasa. Dengan
kecerdasannya dalam bidang politik yang mengkombinasikan kekuatan militer dan
diplomasi, serta memecah belah suku-suku di sekitarnya, ia menjadikan Tiongkok
sebagai negara terkuat di Asia Utara. Ia menghancurkan sepenuhnya kekuatan suku
– suku Turki Timur dan berhasil menguasai Daerah Ordos serta Mongolia Dalam.
Pada masa kekuasaan Taizong hubungan antara timur dan barat makin
terbuka dan Chang-an, ibu kota Dinasti Tang menjadi kota terbesar dan termegah
pada jamannya. Salah satu prestasi terkenal pada masa kini adalah perjalanan
Bhikshu Xuanzang (kembali ke Chang-an pada tahun 645) untuk mengambil kitab
suci Tripitaka di India, dimana perjalanan ini mengandung semangat penjelajahan
yang baru menghinggapi bangsa barat sekitar 600 tahun kemudian. Rute
perjalanannya mirip dengan rute Marcopolo, sehingga Xuanzang terkadang disebut
sebagai Marcopolonya Tiongkok.
Pengganti Taizong adalah kaisar-kaisar lemah. Berturut-turut
Tiongkok diperintah oleh Gaozong (649 – 683), Zhongzong (684; 705 – 710), dan
Ruizong (684 – 690; 710 – 712). Kaisar Gaozong adalah seorang yang lemah secara
fisik, sehingga akhirnya sedikit demi sedikit kekuasaan jatuh pada selir
kesayanganya yang ambisius, bernama Wu Zetian (690 – 705). Ketika Gaozong
terkena stroke pada tahun 660 dan mengalami kebutaan serta kelumpuhan, Wu mulai
bertindak atas nama suaminya di dalam memegang kekuasaan kenegaraan.
Setelah kematian suaminya, Wu mengangkat berturut-turut dua orang
kaisar, yakni Zhongzong dan Ruizong sebagai kaisar boneka, sebelum akhirnya
pada tahun 690, ia mengangkat dirinya sendiri sebagai kaisar dan menyebut
Dinastinya dengan nama Zhou. Namun sayang sekali Wu lupa diri dan melakukan
tindakan yang bertentangan dengan moralitas di istananya. Penyuapan dan korupsi
marak di mana-mana, sehingga sang kaisar wanitapun kehilangan simpati rakyat.
Pada tahun 705 setelah gagal menyelamatkan kekasih-kekasihnya dari pembunuhan
oleh pengawal istana yang marah, Ratu Wu turun tahta. Kaisar Zhongzong dan
Ruizong naik tahta kembali, sehingga dengan demikian Dinasti Tang bangkit
kembali.
Kebudayaan dan kesenian dinasti Tang makin berkibar pada masa kaisar
berikutnya yang bergelar Xuanzong (712 – 756), dimana ia juga merupakan seorang
seniman. Salah satu prestasi besarnya adalah pembuatan patung lembu yang
terbuat dari besi tuang, dimana patung tersebut ditemukan kembali pada tahun
1989 sejumlah empat buah.
Hasil karya tersebut menunjukkan betapa majunya Tiongkok di dalam
seni pengolahan dan pengecoran logam. Ilmuwan terkenal pada masa Xuanzong
adalah Yixing (683 – 727), yang sekaligus merupakan seorang Bhikshu Buddha. Ia
adalah orang pertama yang menghitung panjangnya garis bujur bumi dan penemu
sebuah alat yang khusus dipergunakan untuk mengukur panjang lingkaran garis
bujur. Yixing juga merupakan penterjemah beberapa kitab-kitab suci Buddhis dari
Bahasa Sansekerta ke Bahasa Mandarin (antara lain Kitab Mahavairocana Sutra)
sehingga memperkaya kesusasteraan Tiongkok.
Kaisar-kaisar Dinasti Tang setelah Xuanzong merupakan kaisar-kaisar
yang lemah dan masa akhir Dinasti Tang ditandai dengan kekacauan dan
pemberontakan. Salah satu pemberontakan terbesar yang menggoyahkan Dinasti Tang
adalah pemberontakan An Lushan yang berlangsung hingga tahun 763 selama
pemerintahan dua kaisar, yakni Suzong (756 – 762) dan Daizong (762 – 779).
Pemberontakan ini menyita kekayaan dan kekuatan Dinasti Tang. Kelemahan Dinasti
Tang ini tidak disia-siakan oleh Bangsa Tibet yang berulang kali menyerang Tiongkok
hingga tahun 777. Hingga menjelang akhir hayatnya, para kaisar terakhir Dinasti
Tang gagal untuk mempertahankan kekuasaannya atas para gubernur setempat.
Bahkan jarang dari para kaisar tersebut yang memerintah lebih dari 15 tahun.
Salah seorang dari para gubernur yang makin kuat tersebut, Zhu Wen, membunuh
Kaisar Zhaozong (888 ¡V 904), serta mengangkat putera kesembilannya, Aidi (904
– 907) sebagai kaisar boneka. Namun pada akhirnya ia sendiri mengangkat dirinya
sebagai kaisar serta memproklamasikan berdirinya Dinasti Liang Akhir, sehingga
berakhirlah Dinasti Tang.
Selama periode berikutnya, Tiongkok kembali mengalami perpecahan dan
kekacauan. Lima dinasti secara berturut-turut berkuasa di utara (Liang Akhir,
Tang Akhir, Jin Akhir, Han Akhir, dan Zhou Akhir), sementara itu di selatan
terdapat sepuluh kerajaan. Oleh karenanya periode sejarah ini dinamakan Wu Dai
Shi Guo (Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan).
v
Sajak Dinasti Tang yang Cemerlang
Dinasti Tang adalah satu zaman yang
penting dalam sejarah Tiongkok, di mana ekonominya makmur, masyarakatnya
tenteram dan kebudayaannya mencapai hasil yang cemerlang. Khususnya pada masa
Dinasti Tang, penciptaan sajak klasik mencapai masa emasnya dalam sejarah, dan
menjadi salah satu isi utama kegiatan sosial dan kebudayaan pada masa Dinasti
Tang. Oleh karena itu, isi ujian negara pada masa itu juga berubah dari makalah
menjadi sajak atau syair. Dalam Analekta Sajak Tang, salah satu kitab sastra
klasik yang beredar sejak zaman kuno, tercantum hampir 50.000 sajak hasil karya
2.300 lebih penyair.
Perkembangan sajak masa Dinasti Tang
secara kasar terbagi dalam empat tahap, yaitu Tang Awal, Tang Makmur, Tang
Tengah dan Tang Akhir.
Pada masa Dinasti Tang Awal (tahun
618-712 Masehi), empat penyair yang paling terkenal pada masa awal Dinasti
Tang, yaitu Wang Bo, Yang Jiong, Lu Zhaolin dan Luo Binwang, yang dijuluki
sebagai “Empat Bujangga” masa itu berangsur-angsur membentuk irama puisi yang
tetap sehingga penciptaan sajak pada masa Dinasti Tang berwajah baru. Berkat
upayanya, tema dan isi sajak pada waktu itu berangsur-angsur berubah dari
kehidupan mewah istana menjadi kehidupan rakyat, dengan gayanya pun berubah
dari mengutamakan kehalusan dan kelemahan menjadi mengutamakan kesederahanaan,
dan rasa gembira yang memberi kesan serba baru. Chen Zi’ang adalah penyair yang
paling terkemuka pada masa awal Dinasti Tang. Ia menganjurkan pemulihan tradisi
unggul sajak dalam mencerminkan kehidupan nyata. Sajak karya Chen Zi’ang
bergaya gagah berani, dan sederhana bahasanya, dan merintis jalan bagi
perkembangan puisi pada masa Dinasti Tang.
Masa antara tahun 712 dan 762 adalah
masa makmur Dinasti Tang, di mana penciptaan sajak pun memasuki masa emasnya.
Karya sajak yang diciptakan pada waktu itu juga dianggap bernilai paling
tinggi. Pada masa itu, sajak bertema luas dengan aneka ragam gayanya. Ada
penyair yang menyenandungkan alam dan mendambakan kehidupan di daerah terpencil
nan jauh, ada juga yang menyenandungkan pahlawan, tapi ada juga yang mabuk
dalam kekecewaan terhadap kehidupan. Pendek kata, penyair-penyair pada waktu
itu dapat menciptakan karyanya secara bebas dalam suasana yang romantis, dan
bersama-sama membina “gejala makmur Dinasti Tang”, yang memberikan kesan
mendalam terhadap masa kemudian.
Sedangkan penyair yang terkenal pada
masa tengah Dinasti Tang (tahun 762 sampai 827) adalah Bai Juyi, Yuan Zhen dan
Li He. Sajak Bai Juyi terkenal dengan isi yang menyindir gejala buruk, seperti
perang, kekuasaan dan sebagainya. Selain itu, Bai Juyi pandai memakai bahasa
yang sederhana untuk mengekspresikan isi yang mengandung makna mendalam. Bahasa
sajaknya lancar dan mudah dimengerti, dan sangat mengharukan pembaca, sehingga
ia menjadi salah seorang penyair yang paling populer di kalangan rakyat.
Penyair Li He sangat pendek umurnya
karena sudah meninggal dunia pada umur 20 tahun lebih. Ia hidup sengsara dan
karirnya sebagai pejabat pun tidak mulus. Namun isi sajaknya sangat kaya akan
imajinasi, bahasanya indah dan susunannya halus, dan isinya penuh diwarnai
romantisme dan estetisisme, serta emosi yang sedih.
Masa antara tahun 827 dan 859
merupakan masa akhir Dinasti Tang, dan dengan Li Shangyin dan Du Mu, dua
penyair sebagai wakil sastrawan pada waktu itu. Sajak Du Mu menggabungkan gaya
kesederhanaan dan ketegasan, karena ini sangat cocok untuk mengekspresikan
ambisi dan inspirasi politik yang tersembunyi dalam lubuk hatinya. Sedangkan Li
Shangyin dengan karya syairnya mengekspresikan liku-liku yang dialaminya dalam
karirnya sebagai pejabat pemerintah. Sajaknya menunjukkan nuansa sedih yang tebal.
Mengenai sajaknya yang berjudul: Tak Berjudul masih terdapat perdebatan, yaitu
apakah sajak itu termasuk karya asmara atau sajak yang mengandung isi politik
tersembunyi, sampai sekarang masih belum dipastikan.
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/16128,http://indonesian.cri.cn/chinaabc/chapter15/chapter150104.htm