Propaganda
Di Pesta Baratan (Pesta Lampion)
Om Swasti Astu,
Mohon maaf Sebelumnya bila artikel ini sedikit taboo untuk dibicarakan, namun saya tekankan. saya tidak bermaksud
mengompori ataupun menyinggung pihak manapun, karena ini pendapat saya. Opini
saja, yang tidak dapat di jadikan suatu landasan apapun. dan saya melakukan
kritik budaya berdasarkan masyarakat awam, dan warga biasa.
Dewasa
ini masyarakat Jepara di kejutkan dengan tradisi di kalinyamatan dengan sosok
wanita penunggang kudanya. Itulah Sang Ratu Kalinyamat menurut (Konsepsi Pesta
Baratan) Namun secara Konseptual berbeda apa yang seharusnya di suguhkan dalam
tradisi itu. Saya sangat mengapresiasi akan hal yang terjadi di lingkungan
masyarakat purwogondo dan sekitarnya, dan saya juga turut berduka akan hal
kegiatan itu. Saya sebut itu sebagai kegiatan propaganda. Apa yang melatar
belakangi kegiatan itu? lalu apa yang menjadi manfaat serta sebab akibatnya?
saya akan mengulas secara sedikit demi sedikit sesuai kritik budaya yang saya
lakukan.
Cuplikan
dari internet:
Salah
satu tradisi masyarakat Jepara yang erat kaitannya dengan Ratu Kalinyamat
adalah “Pesta Baratan”. Kata “baratan” berasal dari sebuah kata Bahasa Arab,
yaitu “baraah” yang berarti keselamatan atau “barakah” yang berarti keberkahan.
Tradisi
Pesta Baratan dilaksanakan setiap tanggal 15 Sya’ban (kalender Komariyah) atau
15 Ruwah (kalender Jawa) yang bertepatan dengan malam nishfu syakban. Kegiatan
dipusatkan di Masjid Al Makmur Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Ritualnya
sederhana, yaitu setelah shalat maghrib, umat islam desa setempat tidak
langsung pulang. Mereka tetap berada di masjid / musholla untuk berdo’a
bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama dilanjutkan shalat
isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nishfu syakban dipimpin ulama / kiai
setempat, setelah itu makan (bancaan) nasi puli dan melepas arak-arakan. Kata puli
berasal dari Bahasa Arab : afwu lii, yang berarti maafkanlah aku. Puli terbuat
dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa yang
dibakar atau tanpa dibakar.
Pesta
Baratan sebenarnya Sudah ada kurang lebih sejak tahun 1999 bahkan sebelum itu ,
namun semua itu di patenkan dan di populerkan oleh para kiayi di desa kriyan.
sehingga tercipta suatu hak mayarakat untuk merayakannya. Pesta Baratan Jatuh
pada malam nisfu syaban, dan berlaku di tiap tahunnya. Para Peserta Membawa
Lampion dan Obor untuk prosesi ritualnya,dan yang paling menarik adalah peserta
prosesi selalu mengucapkan kata-kata mistis yaitu, TONG TONG JI TONG TONG
JEDER…. selalu Berulang ulang dengan mengelilingi kampong. bahkan kata –kata
tersebut sering kali diinovasian dengan penambahan penambahan yang sedikit inovatif,
contohnya, TONG TONG JI TONG TONG JEDER… PAK KAJI NABUH EMBER.. dan seterusnya.
Kegiatan Bermula di Kalinyamat, sekitar Purwogondo , Margoyoso, Kriyan, Robayan dll
Ada 2 versi
cerita yang mendasari tradisi baratan yaitu:
-
Cerita Versi Pertama
Sultan Hadirin (Sayyid Abdurrahman Ar
Rumi) berperang melawan Aryo Penangsang dan terluka. Kemudian Sang isteri Nyai
Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) membawanya pulang ke Jepara dengan dikawal
prajurit dan dayang-dayang. Banyak desa di sepanjang jalan yang dilewati
rombongan diberi nama peristiwa menjelang wafatnta Sultan Hadirin. Salah satu
contohnya adalah saat rombongan melewati suatu desa, mendadak tercium bau harum
semerbak (gondo) dari jasad Sultan, maka desa tersebut sekarang kita kenal
dengan nama Purwogondo.
-
Cerita Versi Kedua
Setelah berperang melawan Aryo
Penangsang, Sultan Hadirin tewas dan jenazahnya dibawa pilang oleh isterinya
(Ratu Kalinyamat) pulang ke Jepara. Peristiwa itu berlangsung malam hari,
sehingga masyarakat disepanjang jalan yang ingin menyaksikan dan menyambut rombongan
Ratu Kalinyamat harus membawa alat penerangan berupa obor.
(Versi diatas saya cuplik dari internet)
Setahu Saya nama asli sultan hadiri
adalah Win Tang dan Sultan adalah seorang pembisnis galangan kapal yang berada
di Jepara dan Juwana (dalam Buku Gustami).
dan Kematian Sultan Hadiri itu karena di
cegat oleh suruhan Aryo Panangsang dan di perangi untuk membunuh Sultan, dan
sang Sultan tidak memerangi dengan
begitu cerita di atas sedikit cerita yang menjadi legitimasi (dalam Kisah di
Buku Babad Tanah Jawi).
Lalu apa yang menjadi masalah?
Masalahnya
adalah kita lihat masyarakat kalinyamat begitu gembiranya ketika melihat
arak-arakan Ratu Kalinyamat. Padahal Arak-Arakan Dengan Konsep Pesta Baratan
Adalah Simbol kedukaan. lantas kenapa harus di hadirkan dengan keceriaan, dan
sampai di namakan pesta. inilah yang di namakan Propaganda. Seharusnya Pesta
Baratan adalah suatu symbol keceriaan dan bukan kedukaan itu sudah benar. namun
ada yang salah, kenapa pesta baratan menghadirkan sosok Ratu Kalinyamat,
bukankah hal ini akan membuka luka lama. kenapa? kita tahu sejarah Sultan
Hadiri (Suami Ratu Kalinyamat) di Bunuh Oleh Arya Panangsang, dan sang sultan
di bawa ke jepara, ketika melewati purwogondo dan sekitarnya masyarakat membawa
lampion untuk orang cina dan obor untuk orang jawa. pertanyaan Saya adalah.
Apakah ketika ada orang meninggal kita melakukan pesta? Opo Tanggamu Mati trus muk tanggepke Orkes Rek? Walaupun
sebenarnya Dari sisi agama, tradisi ini
dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya
menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat
dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi
berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.
Mari
Kita Breakdown Persoalannya.
Alangkah
baiknya bila tetap melestarikan Pesta Baratan Tanpa Mempertontonkan Ratu
Kalinyamat. Karena Persoalannya Adalah PESTA.
Dan
Kenapa memilih di malam nisfu syaban? alasannya adalah masyarakat akan gembira karena
datangnya malam mulia. yaitu malam nisfu syaban. lantas apa hubungannya? inilah
alasan para kiyai untuk memberikan tradisi itu di malam nisfu syaban, Bukankah
kuliner yang di suguhkan itu fuli? dari bahasa arab yang berarti memaafkan.
kita di harapkan memaafkan satu sama lain. dengan sebuah symbol penerangan hati
yang menghadirkan obor dan lampion. Itulah yang Saya Sebutkan Pesta Baratan,
Pesta Baratan memiliki arti Kegembiraan yang Barokah. bukan malah kegembiraan
menyambut Ratu Kalinyamat Membawa Jenazah. Perlu di cermati ya cak. Lalu Kenapa
Tidak Boleh Ada Unsur Ratu Kalinyamatnya?
Bukannya
tidak boleh tapi kehati hatian kita dalam menerapkan suatu unsure budaya. Yang
tidak boleh adalah, ketika kita Asumsi Judulnya Pesta Baratan tentu saja tidak
masuk untuk arak-arakan semacam Ratu Membawa Kuda Bersama para sunan. Pasalnya
Ketika masyarakat membawa jenazah itu tentu saja masyarakat meneranginya dengan
penuh kedukaan, bukan kesenangan. dengan kata lain masyarakat akan mengartikan
sesuai tafsir mereka yang berakibat melenceng. Boleh lah melakukan kegiatan
arak-Arakan Ratu Kalinyamat, namun tidak bertepatan pada Pesta Baratan. Para
Sesepuh Kiyai Pun sebenarnya Sudah memformulasikan semacam itu dengan penuh
makna, seperti halnya kata kata mistis TONG TONG JI TONG TONG JEDER… ketika di
telusuri makna dari kata-kata mitos itu mengingatkan kita tentang suatu
kejadian . TONG TONG JI Maknanya Sesuatu Terjadi dan menewaskan seorang yang
berpengaruh. TONG TONG JEDER Maknanya sesuatu itu akan menjadi persoalan yang
besar (Geger Tanah Jawa) . Ketika TONG TONG JI TONG TONG JEDER memiliki makna
Peringatan epada seluruh masyarakat tentang terjadinya satu peristiwa yang akan
membuat gaduh seluruh tanah jawa (khususnya Jepara) /JI itu Siji (satu) JEDER
itu Gemuruh (Geger/Kegemparan).
Sebab
dan Akibatnya…
Ketika
tradisi itu tetap dihadirkan dengan mempertontonkan arak-arakan Kalinyamat dari
pada lampionnya akan sangat berakibat fatal bagi berlangsungnya tradisi itu
sendiri. kenapa? dari tahun ketahun pesta baratan/lampion itu akan bergeser
kepada arak-arakan. dan anak cucu kita akan memahami itu sebagai tradisi jepara
yang patut di lestarikan walaupun lampion bergeser menjadi arakan kalinyamat.
apalagi dengan Tradisi Pesta Baratan/Lampion yang melestarikan Penerangan (lampion)
justru akan juga memakmurkan para penjual lampion musiman yang di jajakan oleh
pedagang lampion di sekitar jalan Kalinyamat. namun ketika semua berubah
menjadi arak-arakan semata, justru akan membumi hanguskan para pedagang lampion
itu sendiri, peristiwa itu akan terjadinya gulung tikar antar pedagan lampion
secara besar-besaran.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari tulisan saya kali ini adalah. Pesta Baratan yang sebenarnya adalah membawa
penerangan dengan ucapan mistis untuk mengelilingi kampong. namun sekarang ini
pembawaan semacam itu sudah berganti dengan sosok peran Ratu Kalinyamat membawa
kuda. itu bagus. tapi secara tidak langsung telah menggeser arti dari pesta
baratan itu sendiri. itulah yang saya sebut Propaganda dalam Tradisi. sehingga untuk
masyarakat yang mengetahui artinya akan melihat makna yang di timbulkan. dan
makna itu akan merubah pemikiran oleh masyarakat itu sendiri.
Pesta Baratan yang benar adalah Pesta Lampion (gambar dari Internet)
Ini Termasuk Pengembangan Dari Lampion (gambar dari Internet)
membuat masyarakat sejahtera dengan keadaan, apa lagi waktu kecil saya melihat pemandangan yang hebat di lingkungan masjid purwogondo yang banyak sekali pedagang, namun ketika menjadi arak-arakan, para pedagang semakin surut dan banyak gulung tikar. (gambar dari internet)
Semoga artikel ini bermanfaat dan saya mohon
maaf bila artikel saya menyinggung alayak/ masyarakat ataupun pihak tertentu, karena
ini hanya opini saya, pendapat saya dan tidak bermaksud mengompori golongan
tertentu,
matur suksmo. nuwun,Salam Rahayu.
Om Santi Santi Santi
Sebenarnya
pemikiran diatas sesui asumsi artikel saya tentang keraton kalinyamat (Silahkan untuk membaca)
betul kang
ReplyDeleteya begitulah kawan
ReplyDeletebenar
ReplyDelete