Monday, September 28, 2015

Propaganda Di Pesta Baratan (Pesta Lampion)

Propaganda Di Pesta Baratan (Pesta Lampion)
Om Swasti Astu, Mohon maaf Sebelumnya bila artikel ini sedikit taboo untuk dibicarakan, namun saya tekankan. saya tidak bermaksud mengompori ataupun menyinggung pihak manapun, karena ini pendapat saya. Opini saja, yang tidak dapat di jadikan suatu landasan apapun. dan saya melakukan kritik budaya berdasarkan masyarakat awam, dan warga biasa.

Dewasa ini masyarakat Jepara di kejutkan dengan tradisi di kalinyamatan dengan sosok wanita penunggang kudanya. Itulah Sang Ratu Kalinyamat menurut (Konsepsi Pesta Baratan) Namun secara Konseptual berbeda apa yang seharusnya di suguhkan dalam tradisi itu. Saya sangat mengapresiasi akan hal yang terjadi di lingkungan masyarakat purwogondo dan sekitarnya, dan saya juga turut berduka akan hal kegiatan itu. Saya sebut itu sebagai kegiatan propaganda. Apa yang melatar belakangi kegiatan itu? lalu apa yang menjadi manfaat serta sebab akibatnya? saya akan mengulas secara sedikit demi sedikit sesuai kritik budaya yang saya lakukan.
Cuplikan dari internet:
Salah satu tradisi masyarakat Jepara yang erat kaitannya dengan Ratu Kalinyamat adalah “Pesta Baratan”. Kata “baratan” berasal dari sebuah kata Bahasa Arab, yaitu “baraah” yang berarti keselamatan atau “barakah” yang berarti keberkahan.
Tradisi Pesta Baratan dilaksanakan setiap tanggal 15 Sya’ban (kalender Komariyah) atau 15 Ruwah (kalender Jawa) yang bertepatan dengan malam nishfu syakban. Kegiatan dipusatkan di Masjid Al Makmur Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Ritualnya sederhana, yaitu setelah shalat maghrib, umat islam desa setempat tidak langsung pulang. Mereka tetap berada di masjid / musholla untuk berdo’a bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama dilanjutkan shalat isya berjamaah. Kemudian memanjatkan doa nishfu syakban dipimpin ulama / kiai setempat, setelah itu makan (bancaan) nasi puli dan melepas arak-arakan. Kata puli berasal dari Bahasa Arab : afwu lii, yang berarti maafkanlah aku. Puli terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa yang dibakar atau tanpa dibakar.
Pesta Baratan sebenarnya Sudah ada kurang lebih sejak tahun 1999 bahkan sebelum itu , namun semua itu di patenkan dan di populerkan oleh para kiayi di desa kriyan. sehingga tercipta suatu hak mayarakat untuk merayakannya. Pesta Baratan Jatuh pada malam nisfu syaban, dan berlaku di tiap tahunnya. Para Peserta Membawa Lampion dan Obor untuk prosesi ritualnya,dan yang paling menarik adalah peserta prosesi selalu mengucapkan kata-kata mistis yaitu, TONG TONG JI TONG TONG JEDER…. selalu Berulang ulang dengan mengelilingi kampong. bahkan kata –kata tersebut sering kali diinovasian dengan penambahan penambahan yang sedikit inovatif, contohnya, TONG TONG JI TONG TONG JEDER… PAK KAJI NABUH EMBER.. dan seterusnya.


Kegiatan Bermula di Kalinyamat, sekitar Purwogondo , Margoyoso, Kriyan, Robayan dll


       Ada 2 versi cerita yang mendasari tradisi baratan yaitu:
- Cerita Versi Pertama
Sultan Hadirin (Sayyid Abdurrahman Ar Rumi) berperang melawan Aryo Penangsang dan terluka. Kemudian Sang isteri Nyai Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) membawanya pulang ke Jepara dengan dikawal prajurit dan dayang-dayang. Banyak desa di sepanjang jalan yang dilewati rombongan diberi nama peristiwa menjelang wafatnta Sultan Hadirin. Salah satu contohnya adalah saat rombongan melewati suatu desa, mendadak tercium bau harum semerbak (gondo) dari jasad Sultan, maka desa tersebut sekarang kita kenal dengan nama Purwogondo.

- Cerita Versi Kedua
Setelah berperang melawan Aryo Penangsang, Sultan Hadirin tewas dan jenazahnya dibawa pilang oleh isterinya (Ratu Kalinyamat) pulang ke Jepara. Peristiwa itu berlangsung malam hari, sehingga masyarakat disepanjang jalan yang ingin menyaksikan dan menyambut rombongan Ratu Kalinyamat harus membawa alat penerangan berupa obor.

(Versi diatas saya cuplik dari internet)

Setahu Saya nama asli sultan hadiri adalah Win Tang dan Sultan adalah seorang pembisnis galangan kapal yang berada di Jepara dan Juwana (dalam Buku Gustami).
dan Kematian Sultan Hadiri itu karena di cegat oleh suruhan Aryo Panangsang dan di perangi untuk membunuh Sultan, dan sang Sultan tidak memerangi  dengan begitu cerita di atas sedikit cerita yang menjadi legitimasi (dalam Kisah di Buku Babad Tanah Jawi).

 Lalu apa yang menjadi masalah?
Masalahnya adalah kita lihat masyarakat kalinyamat begitu gembiranya ketika melihat arak-arakan Ratu Kalinyamat. Padahal Arak-Arakan Dengan Konsep Pesta Baratan Adalah Simbol kedukaan. lantas kenapa harus di hadirkan dengan keceriaan, dan sampai di namakan pesta. inilah yang di namakan Propaganda. Seharusnya Pesta Baratan adalah suatu symbol keceriaan dan bukan kedukaan itu sudah benar. namun ada yang salah, kenapa pesta baratan menghadirkan sosok Ratu Kalinyamat, bukankah hal ini akan membuka luka lama. kenapa? kita tahu sejarah Sultan Hadiri (Suami Ratu Kalinyamat) di Bunuh Oleh Arya Panangsang, dan sang sultan di bawa ke jepara, ketika melewati purwogondo dan sekitarnya masyarakat membawa lampion untuk orang cina dan obor untuk orang jawa. pertanyaan Saya adalah. Apakah ketika ada orang meninggal kita melakukan pesta? Opo Tanggamu Mati trus muk tanggepke Orkes Rek? Walaupun sebenarnya  Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.
Mari Kita Breakdown Persoalannya.
Alangkah baiknya bila tetap melestarikan Pesta Baratan Tanpa Mempertontonkan Ratu Kalinyamat. Karena Persoalannya Adalah PESTA.
Dan Kenapa memilih di malam nisfu syaban? alasannya adalah masyarakat akan gembira karena datangnya malam mulia. yaitu malam nisfu syaban. lantas apa hubungannya? inilah alasan para kiyai untuk memberikan tradisi itu di malam nisfu syaban, Bukankah kuliner yang di suguhkan itu fuli? dari bahasa arab yang berarti memaafkan. kita di harapkan memaafkan satu sama lain. dengan sebuah symbol penerangan hati yang menghadirkan obor dan lampion. Itulah yang Saya Sebutkan Pesta Baratan, Pesta Baratan memiliki arti Kegembiraan yang Barokah. bukan malah kegembiraan menyambut Ratu Kalinyamat Membawa Jenazah. Perlu di cermati ya cak. Lalu Kenapa Tidak Boleh Ada Unsur Ratu Kalinyamatnya?
Bukannya tidak boleh tapi kehati hatian kita dalam menerapkan suatu unsure budaya. Yang tidak boleh adalah, ketika kita Asumsi Judulnya Pesta Baratan tentu saja tidak masuk untuk arak-arakan semacam Ratu Membawa Kuda Bersama para sunan. Pasalnya Ketika masyarakat membawa jenazah itu tentu saja masyarakat meneranginya dengan penuh kedukaan, bukan kesenangan. dengan kata lain masyarakat akan mengartikan sesuai tafsir mereka yang berakibat melenceng. Boleh lah melakukan kegiatan arak-Arakan Ratu Kalinyamat, namun tidak bertepatan pada Pesta Baratan. Para Sesepuh Kiyai Pun sebenarnya Sudah memformulasikan semacam itu dengan penuh makna, seperti halnya kata kata mistis TONG TONG JI TONG TONG JEDER… ketika di telusuri makna dari kata-kata mitos itu mengingatkan kita tentang suatu kejadian . TONG TONG JI Maknanya Sesuatu Terjadi dan menewaskan seorang yang berpengaruh. TONG TONG JEDER Maknanya sesuatu itu akan menjadi persoalan yang besar (Geger Tanah Jawa) . Ketika TONG TONG JI TONG TONG JEDER memiliki makna Peringatan epada seluruh masyarakat tentang terjadinya satu peristiwa yang akan membuat gaduh seluruh tanah jawa (khususnya Jepara) /JI itu Siji (satu) JEDER itu Gemuruh (Geger/Kegemparan).
Sebab dan Akibatnya…
Ketika tradisi itu tetap dihadirkan dengan mempertontonkan arak-arakan Kalinyamat dari pada lampionnya akan sangat berakibat fatal bagi berlangsungnya tradisi itu sendiri. kenapa? dari tahun ketahun pesta baratan/lampion itu akan bergeser kepada arak-arakan. dan anak cucu kita akan memahami itu sebagai tradisi jepara yang patut di lestarikan walaupun lampion bergeser menjadi arakan kalinyamat. apalagi dengan Tradisi Pesta Baratan/Lampion yang melestarikan Penerangan (lampion) justru akan juga memakmurkan para penjual lampion musiman yang di jajakan oleh pedagang lampion di sekitar jalan Kalinyamat. namun ketika semua berubah menjadi arak-arakan semata, justru akan membumi hanguskan para pedagang lampion itu sendiri, peristiwa itu akan terjadinya gulung tikar antar pedagan lampion secara besar-besaran.
Kesimpulan
Kesimpulan dari tulisan saya kali ini adalah. Pesta Baratan yang sebenarnya adalah membawa penerangan dengan ucapan mistis untuk mengelilingi kampong. namun sekarang ini pembawaan semacam itu sudah berganti dengan sosok peran Ratu Kalinyamat membawa kuda. itu bagus. tapi secara tidak langsung telah menggeser arti dari pesta baratan itu sendiri. itulah yang saya sebut Propaganda dalam Tradisi. sehingga untuk masyarakat yang mengetahui artinya akan melihat makna yang di timbulkan. dan makna itu akan merubah pemikiran oleh masyarakat itu sendiri.


 Pesta Baratan yang benar adalah Pesta Lampion  (gambar dari Internet)

Ini Termasuk Pengembangan Dari Lampion (gambar dari Internet)

membuat masyarakat sejahtera dengan keadaan, apa lagi waktu kecil saya melihat pemandangan yang hebat di lingkungan masjid purwogondo yang banyak sekali pedagang, namun ketika menjadi arak-arakan, para pedagang semakin surut dan banyak gulung tikar. (gambar dari internet)
 Semoga artikel ini bermanfaat dan saya mohon maaf bila artikel saya menyinggung alayak/ masyarakat ataupun pihak tertentu, karena ini hanya opini saya, pendapat saya dan tidak bermaksud mengompori golongan tertentu,
matur suksmo. nuwun,Salam Rahayu. Om Santi Santi Santi


Sebenarnya pemikiran diatas sesui asumsi artikel saya tentang keraton kalinyamat (Silahkan untuk membaca)